Pelukan Hangat dari yang Tersayang
Sewaktu aku berada di bangku SMA, aku membenci hidupku.
Aku benci disaat aku tidak boleh berada diluar rumah lebih dari jam 4 sore. Aku benci disaat aku tidak boleh berpergian jauh. Aku benci disaat hidupku hanya sekitar sekolah dan rumah.
Berpergian dengan teman sebaya? berada di konser musik hingga matahari terbenam? membelanjakan uangmu hanya untuk kesenangan sesaat? jangan tanya padaku. Aku tak tahu rasanya.
Ya, saat itu aku juga benci dengan orang yang melarangku ini itu, pria tua yang selalu mengajari aku bagaimana cara mengerasi dunia. Bapak.
Bapak memperlakukan aku sebagai anak perempuan yang harus dijaga segala sesuatunya. Tapi, dilain kesempatan, Bapak juga memperlakukan aku sebagai anak laki laki.
Bapak adalah seseorang yang tak pernah lupa bermain tangan disaat aku atau kakakku melakukan kesalahan. Fyi, kakakku juga seorang perempuan.
Jadi, seperti apa gambaran hidupku saat itu?
Anak perempuan yang selalu dirumah setelah jam 4 sore, melewatkan semua konser musik, pagi berada disekolah lalu pulang dan berdiam dirumah, dan mempunyai Bapak yang kasar.
Aku membenci hidupku yang seperti itu.
Sekarang semuanya sudah berubah. Aku sudah kuliah. Umurku sudah 19tahun. Aku sudah bisa pulang kurang dr jam 9 malam, aku sudah bisa mengantongi ijin menonton konser, aku sudah bisa menikmati udara luar selain rumah dan tempat pendidikanku. Aku punya semua fasilitas dari A hingga Z.
Lalu apa yg terjadi? Dunia mengerasiku.
Bertemu dengan banyak orang dengan banyak karakter, dengan banyak senyuman dan banyak luka.
Mendengarkan cemooh ini itu, aib ini itu.
Dan apa yang aku cari? iya.. didikan Bapak yang keras itu.
Ternyata aku belum cukup 'modal' untuk dilepas sendirian. Ternyata aturan itu, ketidak bolehan ini itu bisa melindungiku dari sakit hati yang berkepanjangan.
Bapak, aku tetap menjadi anak gadismu. Aku tetap ingin berada di bawah 'pemerintahan'mu. Aku tetap ingin dilarang ini itu.
Bapak, disaat aku menulis ini, aku sedang mengingat hal hal manis yang Bapak lakukan. Semua masih masih sangat baik di ingatanku. Bapak yang semakin menua da lemah. Tapi masih giat bekerja untuk Ibu, kakakku, dan untukku.
Bapak, besok sore sesampainya dirumah sepulang kantor, sudah ada teh hangat di meja makan. Jangan lupa memanggil namaku, dan memelukku dengan hangat.
Ingatanku tentang Bapak, Susilo H. Prajitno, dibarengi dengan Daun dan Ranting Menuju Surga - The Milo.
Aku benci disaat aku tidak boleh berada diluar rumah lebih dari jam 4 sore. Aku benci disaat aku tidak boleh berpergian jauh. Aku benci disaat hidupku hanya sekitar sekolah dan rumah.
Berpergian dengan teman sebaya? berada di konser musik hingga matahari terbenam? membelanjakan uangmu hanya untuk kesenangan sesaat? jangan tanya padaku. Aku tak tahu rasanya.
Ya, saat itu aku juga benci dengan orang yang melarangku ini itu, pria tua yang selalu mengajari aku bagaimana cara mengerasi dunia. Bapak.
Bapak memperlakukan aku sebagai anak perempuan yang harus dijaga segala sesuatunya. Tapi, dilain kesempatan, Bapak juga memperlakukan aku sebagai anak laki laki.
Bapak adalah seseorang yang tak pernah lupa bermain tangan disaat aku atau kakakku melakukan kesalahan. Fyi, kakakku juga seorang perempuan.
Jadi, seperti apa gambaran hidupku saat itu?
Anak perempuan yang selalu dirumah setelah jam 4 sore, melewatkan semua konser musik, pagi berada disekolah lalu pulang dan berdiam dirumah, dan mempunyai Bapak yang kasar.
Aku membenci hidupku yang seperti itu.
Sekarang semuanya sudah berubah. Aku sudah kuliah. Umurku sudah 19tahun. Aku sudah bisa pulang kurang dr jam 9 malam, aku sudah bisa mengantongi ijin menonton konser, aku sudah bisa menikmati udara luar selain rumah dan tempat pendidikanku. Aku punya semua fasilitas dari A hingga Z.
Lalu apa yg terjadi? Dunia mengerasiku.
Bertemu dengan banyak orang dengan banyak karakter, dengan banyak senyuman dan banyak luka.
Mendengarkan cemooh ini itu, aib ini itu.
Dan apa yang aku cari? iya.. didikan Bapak yang keras itu.
Ternyata aku belum cukup 'modal' untuk dilepas sendirian. Ternyata aturan itu, ketidak bolehan ini itu bisa melindungiku dari sakit hati yang berkepanjangan.
Bapak, aku tetap menjadi anak gadismu. Aku tetap ingin berada di bawah 'pemerintahan'mu. Aku tetap ingin dilarang ini itu.
Bapak, disaat aku menulis ini, aku sedang mengingat hal hal manis yang Bapak lakukan. Semua masih masih sangat baik di ingatanku. Bapak yang semakin menua da lemah. Tapi masih giat bekerja untuk Ibu, kakakku, dan untukku.
Bapak, besok sore sesampainya dirumah sepulang kantor, sudah ada teh hangat di meja makan. Jangan lupa memanggil namaku, dan memelukku dengan hangat.
Ingatanku tentang Bapak, Susilo H. Prajitno, dibarengi dengan Daun dan Ranting Menuju Surga - The Milo.